Beranda | Artikel
Madzhab Imam Ahmad Terkait Nyanyian
Senin, 20 Februari 2023

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Madzhab Imam Ahmad Terkait Nyanyian ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 22 Rajab 1444 H / 13 Februari 2023 M.

Kajian Tentang Madzhab Imam Ahmad Terkait Nyanyian

Nyanyian di masa Imam Ahmad hanyalah senandung nasyid yang berisi cerita-cerita kezuhudan. Namun demikian saat mereka mulai melagukan nasyid, ada beberapa pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.

Diriwayatkan dari Abdullah Rahimahullah, putra Imam Ahmad, bahwa ayahnya mengatakan: “Nyanyian dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati. Aku tidak menyukainya.”

Diriwayatkan juga dari Ismail bin Ishaq Ats-Tsaqafi, dari Imam Ahmad, bahwa beliau ditanya tentang mendengarkan kasidah. Lalu beliau menjawab: “Aku tidak menyukainya. Itu adalah bid’ah. Mereka yang biasa mengamalkannya tidak boleh ditemani.”

Demikian juga Abul harits meriwayatkan dari Imam Ahmad, ia berkata: “Taghbir (mengulang-ulang suara bacaan, baik dengan cara membaca atau yang sejenisnya) itu bid’ah.” Lalu ada yang menimpali: “Itu dapat melunakkan hati.” Namun Imam Ahmad Rahimahullah menegaskan: “Tidak, itu adalah bid’ah.”

Dari Ya’qub Al-Hasyimi, ia meriwayatkan dari Imam Ahmad, beliau mengatakan: “Taghbir itu adalah bid’ah yang dibuat-buat.”

Ya’qub bin Bukhtan meriwayatkan dari Imam Ahmad Rahimahullah, beliau mengatakan: “Aku tidak menyukai taghbir (semacam kasidah).” Imam Ahmad melarang mendengarkan nyanyian disamping taghbir tadi.

Ini adalah penukilan dari Imam Ahmad tentang sikap dan pendapat beliau tentang musik, lagu dan nyanyian dalam bentuk nasyid/kasidah/taghbir dan sejenisnya.

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa semua riwayat dari Imam Ahmad tersebut menunjukkan bahwa nyanyian itu hukumnya makruh (beliau tidak menyukainya).

Abu Bakar Al-Khalal mengungkapkan: “Imam Ahmad memakruhkan kasidah, yakni saat ada yang mengadukan kepadanya: ‘Mereka (pembaca dan pendengar kasidah) itu bertingkah seperti orang gila.`”

Dalam riwayat lain Abu Bakar menukil dari Imam Ahmad sebuah keterangan yang menerangkan bahwasannya kasidah itu tidak apa-apa dilakukan.

Al-Marwazi berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (yaitu Imam Ahmad) tentang kasidah. Abu Abdillah menjawab: ‘Itu bid’ah.’ Aku lalu bertanya kepadanya: ‘Perlukah mereka dijauhi?’ Abu Abdillah menjawab: ‘Terhadap mereka tidak perlu dilakukan.`”

Ibnul Jauzi Rahimahullah mengatakan bahwa diriwayatkan kepada kami bahwa Imam Ahmad mendengar ada seseorang bersenandung di dekat anaknya yang bernama Shalih, namun dia tidak mengingkarinya. Shalih kemudian bertanya kepada kepada Imam: “Wahai Ayah! Bukankah engkau mengingkari hal ini (nyanyian)?” Imam Ahmad menjawab: “Itu karena ada yang menyampaikan kepadaku bahwa mereka menggunakan nyanyian itu untuk berbuat suatu kemungkaran. Itulah sebabnya aku makruhkan hal itu. Sedangkan yang terlihat kini, aku tidak memerlukannya.”

Seperti yang kita jelaskan sebelumnya bahwa disana ada senandung-senandung yang biasa dilantunkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya untuk membela kebenaran, untuk mematahkan argumentasi orang-orang yang menyimpang, untuk menghalau dan untuk menyemangati hewan tunggangan di dalam perjalanan, atau untuk mengusir kepenatan pada saat safar panjang yang isinya adalah kebaikan-kebaikan, ajakan kepada perkara-perkara kebaikan. Itu adalah hal yang dibolehkan. Dengan catatan tidak berisi hal-hal yang mengandung kemaksiatan atau dosa. Demikian juga tidak membawa pelakunya kepada hal-hal yang dilarang seperti yang dilaporkan kepada Imam Ahmad, bahwa orang-orang itu bertingkah laku aneh seperti orang gila. Yaitu menari-nari, kadang-kadang menggoyang-goyangkan badannya, maka itu yang dibenci dan dilarang oleh Imam Ahmad.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52712-madzhab-imam-ahmad-terkait-nyanyian/